Minggu, 27 Januari 2013

AKI TIREM; CIKAL BAKAL KERAJAAN DI NUSANTARA


AKI TIREM : AWAL DARI SEJARAH KERAJAN DI NUSANTARA
Siapakah sesungguhnya tokoh nenek moyang bernama Aki Tirem ini? Pertanyaan ini menarik sekali diajukan karena memang masih terdapat kesimpangsiuran prihal eksistensi tokoh legendaris ini. Menurut cerita rakyat Pandeglang, namanya juga dikenal sebagai Aki Luhurmulya. Bahkan, dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam.
Namun demikian ada juga cerita di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman. Bahkan tokoh bernama Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan di Salakanagara.
Di zamannya Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci Larasti, putrid Aki Tirem.
Atas pengangkatan ini semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula dengan para pengikut Dewawarman karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.
Lalu, siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempcrerat persahabatan dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.
Dewawarman dan rombongan berlabuh di pantai desa Aki Tirem pada awalnya dengan niat untuk mengisi perbekalan, terutama air. Namun ketika itu desa tersebut tengah dilanda keresahan karena aksi para perompak. Karena itulah pada mulanya Aki Tirem dan pasukannya berniat akan memerangi Dewawarman. Namun karena niat baiknya, Aki Tirem pada akhirnya menerima kehadiran rombongan pengembara dari India Selatan ini, bahkan penghulu desa di pantai barat Banten tersebut menjodohkan puterinya dengan Dewawarman.
Setelah tinggal menetap di desa Aki Tirem, Dewawarman beserta pengikutnya selalu berkeliling melindungi penduduk karena kampung-kampung di sepanjang pesisir itu memang sering didatangi bajak laut dan pcrompak. Sampai suatu ketika, perahu perompak datang di tempat itu dan berlabuh di tepi pantai. Para perompak itu sama sekali tidak melihat bahwa dirinya telah dikepung oleh pasukan Dewawarman yang bersembunyi dan berpencar dengan siaga penuh. Dewawarman beserta pasukannya dan pasukan Aki Tirem segera membuka serangan tanpa memberikan kesempatan kepada para perompak itu untuk mempersiapkan diri. Pcrtempuran pun terjadi.
Diceritakan, gerombolan perompak itu dapat dikalahkan. Dewawarman dan pasukannya unggul dalam pertempuran. Perompak yang mati ada 37 orang dan sisanya yang tertawan ada 22 orang. Anggota pasukan Dewawarman yang tewas ada dua orang, sedangkan anggota pasukan Aki Tirem tewas 5 orang. Semua perompak yang ditawan akhirnya mati digantung. Aki Tirem memperoleh perahu rampasan lengkap dengan barang-barang, senjata dan pcrsediaan makanan para perompak.
Kisahkan pula, setelah Aki Tirem wafat, sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara. Sedang isterinya, Nyi Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dwani Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara.
Menurut Naskah Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Banten, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam di Swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
Jika dipelajari lebih jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M menceritakan, bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk ke dalam kelompok manusia purba tengahan (Janma Purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum Saka. Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300 sampai dengan 100 tahun sebelum Saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi (Widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para pendatang ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta menjelaskan pula: Oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah Wangsakerta disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka telah mengenal penggunaan emas dan perak.
Sebenarnya bukan hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk ke desa-desa, seolah-olah semuanya milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada keinginan mereka.
Antara tahun 100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak, atau Argyre memang wajar dan sangat terkait dengan zaman tersebut, yang dikisahkan oleh para Mahakawi sebagai zaman besi (wesiyuga), zaman manusia di Nusantara telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas.
Sedangkan kaum pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut dimungkinkan untuk berdagang dan mencari perak. Mungkin ini juga yang menjadi minat mereka singgah di perkampungan pesisir Aki Tirem.
Ada juga yang mengisahkan bahwa Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun dia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa. Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara.Penyerahan  kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan Sunda yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda.
Klan Dewawarman menjadi raja Salakanagara secara turun menurun. Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. Selama masa pemerintahan dia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah Mandala, Ujung Kulon. Sedangkan adiknya yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama daerah berada di daerah Cianjur Selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah tertinggal.
Dalam catatan sejarah, raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362 pusat pemerintahan dari Rajatapura dialihkan ke Tarumanagara. Sedangkan Salakanagara pada akhirnya menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Selama kejayaan Salakanagara gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak. Hingga pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara dapat hidup damai dan sentausa.
Selain adanya perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir, dolmen dan batu magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak zaman Aki Tirem. Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka mendasarkan pada Matahari 365 hari dan Bulan 354 hari. Masing-masing tahun mengenal taun pendek dan panjang.

a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang.
Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.
c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.
d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan
e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun.
f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.

Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.
[[Berkas:Prsasti_tugu.jpg|thumb|upright|prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta. Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara.
Suatu laporan dari Cina pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.

URUTAN RAJA SALAKANAGARA
(Tahun berkuasa, Nama raja, julukan/keterangan):
1. 130-168 M, DEWAWARMAN I (PRABU DARMALOKAPALA AJI RAKSA GAPURA SAGARA, Pedagang asal Bharata (India),
2. 168-195 M, DEWAWARMAN II (PRABU DIGWIJAYAKASA DEWAWARMANPUTRA), Putera tertua Dewawarman I,
 3. 195-238 M, DEWAWARMAN III (PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA), Putera Dewawarman II,
4. 238-252 M, DEWAWARMAN IV (Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon),
5. 252-276 M, DEWAWARMAN V (MENANTU Dewawarman IV),
6. 276-289 M, MAHISASURAMARDINI WARMANDEWI (Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V), karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut,
7. 289-308 M, DEWAWARMAN VI (SANG MOKTENG SAMUDERA), Putera tertua Dewawarman V,
8. 308-340 M, DEWAWARMAN VII (PRABU BIMA DIGWIJAYA SATYAGANAPATI), Putera tertua Dewawarman VI,
9. 340-348 M, SPHATIKARNAWA WARMANDEWI (Puteri sulung Dewawarman VII),
10. 348-362 M, DEWAWARMAN VIII (PRABU DARMAWIRYA DEWAWARMAN), Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa.


0 komentar:

Posting Komentar

Ping Blog