Kamis, 31 Januari 2013

KERAJAAN TARUMANEGARA




Kerajaan Tarumanegara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 m,  Dalam catatan, kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan hindu beraliran wisnu. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga (395-434 m). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.

Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Kerajaan Tarumanegara adalah Suryawarman (535 - 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.

Kehadiran prasasti Purnawarman di pasir muara, yang memberitakan raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa ibukota sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan rajatapura atau salakanagara (kota perak), yang disebut argyre oleh ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih dari rajatapura ke Tarumanegara, maka salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari salankayana di India yang mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan maharaja samudragupta dari kerajaan magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota tarumangara dan kemudian menjadi panglima angkatan perang Kerajaan Tarumanegara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih Berkembang Ketika Cicit Manikmaya Mendirikan Kerajaan Galuh Dalam Tahun 612 M.


Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari beberapa sumber sejarah, baik sumber sejarah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Berita dari Dalam Negeri. Yaitu berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan secara terpisah di Bogor, Jakarta, dan Banten. Ketujuh prasasti tersebut antara lain.


1. Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:

  • Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
  • Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.



2. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.
3. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.




4. Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.





5. Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi berada di daerah 0°10’37,29” BB (dari Jakarta) dan 6°32’27,57”, tepat berada di puncak perbukitan Pasir Awi (600 m dpl), Bojong Honje-Sukamakmur Bogor.





6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

7. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:

a.   Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
b.   Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Februari dan April.
c.    Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.



Berita dari Luar Negeri.

Selain sumber sejarah dari dalam negeri yang berbentuk prasasti, keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga dapat diketahui dari sumber-sumber berita luar negeri. Diantaranya adalah dari literatur kuno berjudul Fa-Kao-Chi yang ditulis oleh Fa-Hsien dari tahun 414 Masehi. Literatur ini menyebutkan tentang kehidupan masyarakat di Jawa Bagian Barat yang telah terpengaruh agama Hindu India. Masyarakat Hindu yang ditemui oleh Fa-Hsien ini diperkirakan merupakan bagian dari masyarakat kerajaan yang berpusat di daerah Bogor, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kerajaan Tarumanegara.


Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara
Raja Purnawarman adalah satu-satunya raja yang namanya dicantumkan dalam prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Raja ini digambarkan sebagai seorang raja yang sangat bijaksana dan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya berkat penggalian sebuah sungai sebagai sarana irigrasi. Namun meskipun begitu, Purnawarman bukanlah satu-satunya raja yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara. Hal ini didasarkan pada sebuah sumber dari naskah kuno bernama Wangsakerta.

Meskipun kevalidan naskah ini masih diperdebatkan oleh para ahli, namun kitab ini berisi informasi yang cukup menarik, yaitu tentang silsilah lengkap raja-raja yang pernah memerintah Tarumanegara dari mulai awal berdirinya hingga raja terakhirnya. Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara berdasarkan Naskah Wangsakerta.
NO
Nama Raja
Tahun Memerintah
1.
Jayasingawarman
358-382 M
2.
Dharmayawarman
382-395 M
3.
Purnawarman
395-434 M
4.
Wisnuwarman
434-455 M
5.
Indrawarman
455-515 M
6.
Candrawarman
515-535 M
7.
Suryawarman
535-561 M
8.
Kertawarman
561-628 M
9.
Sudhawarman
628-639 M
10.
Hariwangsawarman
639-640 M
11.
Nagajayawarman
640-666 M
12.
Linggawarman
666-669 M

Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada sekitar abad ke-7 Masehi. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa setelah abad ke-7, berita mengenai kerajaan ini tidak pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri . Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya Kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar disebabkan karena adanya tekanan dari Kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspansi wilayah.

Baca Selengkapnya...KERAJAAN TARUMANEGARA

Selasa, 29 Januari 2013

KERAJAAN KENDAN


Kerajaan kendan /Kerajaan Pajajaran Bermula di Nagreg


Jika menemukan kata Nagreg, yang pasti diingat pasti sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Jawa Barat yang setiap musim mudik selalu macet. Tapi, di balik itu, ada misteri tersimpan terkait sejarah besar tentang kerajaan Pajajaran yang sempat dipimpin Sribaduga Maharaja atau yang dikenal Prabu Siliwangi. Selain itu, Pajajaran juga identik dengan peristiwa berdarah peperangan Majapahit dengan Pajajaran.

Kampung Kendan, berada di Desa Citaman Kecamatan Nagreg, untuk menuju kampong itu, cukup mengendarai roda dari jalan di samping pintu perlintasan kereta api Nagreg. Jaraknya kurang lebih 1 km. Kampung ini sendiri berada di bawah kaki bukit Sanghyang Anjung yang bersebelahan dengan proyek pembangunan TPPAS Legok Nangka.  Kampung Kendan ini diyakini menyimpan sejumlah situs kepurbakalaan yang berasal dari kerajaan Kendan. Di tempat itu, sempat ditemukan patung Durga yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Berdasarkan artikel yang ditulis Prof.Drs. Yoseph Iskandar, alumnus Faculty of Arts and Sciences University of Pittsburgh, Pennsylvania Amerika Serikat, Kerajaan Kendan merupakan sebuah hadiah dari Maharaja Suryawarman, raja ke-7 dari kerajaan Tarumanegara. Hadiah itu diberikan pada Resiguru Manikmaya yang menikahi putri Suryawarman, Tirtakencana. Di kerajaan Kendan ini, Manikmaya dijadikan raja dan raja Suryawarman menyertakan prajurit sebagai tambahan hadiah. Selain itu, Suryawarman juga memberikan mahkota raja dan permaisuri.
Berdasarkan naskah Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara parwa II sarga 4, yang selesai ditulis tahun 1602 M di keraton Kasepuhan Cirebon, dikisahkan bahwa Manikmaya berasal dari keluarga Calankayana yang berada di India selatan dan datang ke  dari Jawa Timur.  Ia juga dikenal seorang brahmana ulung yang telah berjasa pada agama. Latar belakang Manikmaya sebagai pemuka agama juga menjadi  alasan Suryawarman memberikan hadiah kerajaan Kendan

Setelah berdirinya Kendan, Suryawarman bahkan menyurati setiap raja di daerah Tarumanegara yang isinya mengenai keberadaan Manikmaya di Kendan harus diterima dengan baik. Suryawarman juga memperingatkan bahwa siapa pun yang berani menolak Raja Kendan yang juga pemuka agama, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan.

Melihat kebijakan Tarumanegara,  bisa dibilang kerajaan Kendan ini merupakan kerajaan kecil yang sangat dilindungi kerajaan besar seperti Tarumanegara dan juga berada di bawah kekuasannya. Masa kerajaan Kendan sendiri cukup lama, bahkan sempat berganti kepemimpinan sebanyak empat kali. Adapun pada waktu raja Kendan dipimpin Wretikendayun, dia mendirikan pusat pemerintahan baru yang diberi nama Galuh dan diyakini berada di Ciamis dengan ibukota di Kendan.
Setelah memindahkan pusat pemerintahan, dia menyurati kerajaan Tarumanegara yang pamornya sudah pudar bahkan berakhir saat kerajaan Sriwijaya menghancurkannya.Saat-saat berakhir Tarumanegara itu, dalam suratnya, Raja Kendan menginginkan Kerajaan Kendan yang pusat pemerintahannya di Galuh merdeka, terpisah dari Tarumanegara dan menjadi kerajaan sendiri.

Keinginan tersebut akhirnya dikabulkan raja Tarusbawa. Kemudian, kerajaan Kendan berganti nama menjadi Kerajaan Galuh. Pada masa 670 M, berakhirlah kekuasaan Tarumanegara, dan lahir kerajaan baru yakni Kerajaan Pakuan. Pasca berakhir Tarumanegara, kerajaan sunda yang berdiri yakni, kerajaan Galuh di belahan timur tepatnya Ciamis dengan ibu kota Kendan, lalu di belahan barat berdiri kerajaan Pakuan.
Setelah berdiri kedua kerajaan tersebut, diperkirakan pada tahun 1482, kedua kerajaan ini dipersatukan oleh Sri Baduga Maharaja atau yang dikenal Prabu Siliwangi menjadi Kerajaan Sunda Pajajaran.

Hingga kini, belum ada penelitian terkait lokasi persis kerajaan Kendan. Namun yang pasti, di Nagreg tepatnya di kampung Kendan Desa Citaman Kecamatan Nagreg, diyakini disitulah situs kerajaan Kendan pernah berdiri dan kampong ini sangat berdekatan dengan proyek Tempat Pemprosesan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka.
Adapun terkait lokasi kerajaan Kendan, Bob Ujo dari Kelompok Sejarah Masyarakat Kendan meyakini bahwa kerajaan Kendan berada sangat dekat dengan lokasi TPPAS Legok Nangka Nagreg. Dia menegaskan  pemerintah harus mengevaluasi dulu pembangunan TPPAS, hal itu terkait adanya situs kerajaan Kendan. Jika saja dilakukan penelitian dan ditemukan berada di bawah TPPAS Legok Nangka, itu mengerikan. Bayangkan di atasnya sampah, di bawah ada bekas kerajaan sunda.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa sewaktu audiensi dengan Dinas Permukiman dan Perumahan, pernah menghasilkan bahwa Legok Nangka  berkaitan dengan adanya sejarah kerajaan Kendan.  Audiensi tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi. Diantaranya melakukan riset dan analisa kesejarahan di sekitar pembangunan TPPAS serta membentuk tim kecil untuk riset terkait.Namun sayangnya hingga sekarang rekomendasi tersebut belum ada tindak lanjut.

Baca Selengkapnya...KERAJAAN KENDAN

Minggu, 27 Januari 2013

AKI TIREM; CIKAL BAKAL KERAJAAN DI NUSANTARA


AKI TIREM : AWAL DARI SEJARAH KERAJAN DI NUSANTARA
Siapakah sesungguhnya tokoh nenek moyang bernama Aki Tirem ini? Pertanyaan ini menarik sekali diajukan karena memang masih terdapat kesimpangsiuran prihal eksistensi tokoh legendaris ini. Menurut cerita rakyat Pandeglang, namanya juga dikenal sebagai Aki Luhurmulya. Bahkan, dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam.
Namun demikian ada juga cerita di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman. Bahkan tokoh bernama Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan di Salakanagara.
Di zamannya Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci Larasti, putrid Aki Tirem.
Atas pengangkatan ini semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula dengan para pengikut Dewawarman karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.
Lalu, siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempcrerat persahabatan dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.
Dewawarman dan rombongan berlabuh di pantai desa Aki Tirem pada awalnya dengan niat untuk mengisi perbekalan, terutama air. Namun ketika itu desa tersebut tengah dilanda keresahan karena aksi para perompak. Karena itulah pada mulanya Aki Tirem dan pasukannya berniat akan memerangi Dewawarman. Namun karena niat baiknya, Aki Tirem pada akhirnya menerima kehadiran rombongan pengembara dari India Selatan ini, bahkan penghulu desa di pantai barat Banten tersebut menjodohkan puterinya dengan Dewawarman.
Setelah tinggal menetap di desa Aki Tirem, Dewawarman beserta pengikutnya selalu berkeliling melindungi penduduk karena kampung-kampung di sepanjang pesisir itu memang sering didatangi bajak laut dan pcrompak. Sampai suatu ketika, perahu perompak datang di tempat itu dan berlabuh di tepi pantai. Para perompak itu sama sekali tidak melihat bahwa dirinya telah dikepung oleh pasukan Dewawarman yang bersembunyi dan berpencar dengan siaga penuh. Dewawarman beserta pasukannya dan pasukan Aki Tirem segera membuka serangan tanpa memberikan kesempatan kepada para perompak itu untuk mempersiapkan diri. Pcrtempuran pun terjadi.
Diceritakan, gerombolan perompak itu dapat dikalahkan. Dewawarman dan pasukannya unggul dalam pertempuran. Perompak yang mati ada 37 orang dan sisanya yang tertawan ada 22 orang. Anggota pasukan Dewawarman yang tewas ada dua orang, sedangkan anggota pasukan Aki Tirem tewas 5 orang. Semua perompak yang ditawan akhirnya mati digantung. Aki Tirem memperoleh perahu rampasan lengkap dengan barang-barang, senjata dan pcrsediaan makanan para perompak.
Kisahkan pula, setelah Aki Tirem wafat, sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara. Sedang isterinya, Nyi Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dwani Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara.
Menurut Naskah Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Banten, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam di Swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
Jika dipelajari lebih jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M menceritakan, bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk ke dalam kelompok manusia purba tengahan (Janma Purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum Saka. Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300 sampai dengan 100 tahun sebelum Saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi (Widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para pendatang ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta menjelaskan pula: Oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah Wangsakerta disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka telah mengenal penggunaan emas dan perak.
Sebenarnya bukan hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk ke desa-desa, seolah-olah semuanya milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada keinginan mereka.
Antara tahun 100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak, atau Argyre memang wajar dan sangat terkait dengan zaman tersebut, yang dikisahkan oleh para Mahakawi sebagai zaman besi (wesiyuga), zaman manusia di Nusantara telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas.
Sedangkan kaum pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut dimungkinkan untuk berdagang dan mencari perak. Mungkin ini juga yang menjadi minat mereka singgah di perkampungan pesisir Aki Tirem.
Ada juga yang mengisahkan bahwa Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun dia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa. Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara.Penyerahan  kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan Sunda yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda.
Klan Dewawarman menjadi raja Salakanagara secara turun menurun. Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. Selama masa pemerintahan dia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah Mandala, Ujung Kulon. Sedangkan adiknya yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama daerah berada di daerah Cianjur Selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah tertinggal.
Dalam catatan sejarah, raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362 pusat pemerintahan dari Rajatapura dialihkan ke Tarumanagara. Sedangkan Salakanagara pada akhirnya menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Selama kejayaan Salakanagara gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak. Hingga pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara dapat hidup damai dan sentausa.
Selain adanya perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir, dolmen dan batu magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak zaman Aki Tirem. Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka mendasarkan pada Matahari 365 hari dan Bulan 354 hari. Masing-masing tahun mengenal taun pendek dan panjang.

a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang.
Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.
c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.
d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan
e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun.
f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.

Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.
[[Berkas:Prsasti_tugu.jpg|thumb|upright|prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta. Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara.
Suatu laporan dari Cina pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.

URUTAN RAJA SALAKANAGARA
(Tahun berkuasa, Nama raja, julukan/keterangan):
1. 130-168 M, DEWAWARMAN I (PRABU DARMALOKAPALA AJI RAKSA GAPURA SAGARA, Pedagang asal Bharata (India),
2. 168-195 M, DEWAWARMAN II (PRABU DIGWIJAYAKASA DEWAWARMANPUTRA), Putera tertua Dewawarman I,
 3. 195-238 M, DEWAWARMAN III (PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA), Putera Dewawarman II,
4. 238-252 M, DEWAWARMAN IV (Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon),
5. 252-276 M, DEWAWARMAN V (MENANTU Dewawarman IV),
6. 276-289 M, MAHISASURAMARDINI WARMANDEWI (Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V), karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut,
7. 289-308 M, DEWAWARMAN VI (SANG MOKTENG SAMUDERA), Putera tertua Dewawarman V,
8. 308-340 M, DEWAWARMAN VII (PRABU BIMA DIGWIJAYA SATYAGANAPATI), Putera tertua Dewawarman VI,
9. 340-348 M, SPHATIKARNAWA WARMANDEWI (Puteri sulung Dewawarman VII),
10. 348-362 M, DEWAWARMAN VIII (PRABU DARMAWIRYA DEWAWARMAN), Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa.


Baca Selengkapnya...AKI TIREM; CIKAL BAKAL KERAJAAN DI NUSANTARA

Jumat, 25 Januari 2013

Asal dan Arti Nama Bogor



Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh (Di tempat itu, dirikanlah oleh mu sebuah kota) laju ngaranan Bogor (lalu berinama Bogor) sebab bogor teh hartina tunggul kaung (bogor artinya tunggul aren/enau) (tunggul=sisa tebangan pohon beserta akarnya)


Ari tunggul kaung (Tunggul aren itu) emang geh euweuh hartina (memang tak ada artinya) euweuh soteh cek nu teu ngarti (Tak ada arti bagi yang tidak mengerti)

Ari sababna, sabab ngaran mudu Bogor (sebab nama mudu(?) Bogor) sabab bogor mah (sebab bogor itu) dijieun suluh teu daek hurung (dibuat kayu bakar tak mau membara) teu melepes tapi ngelun (tak padam tapi menyala yang tidak membara) haseupna teu mahi dipake muput (asapnya tak cukup untuk "muput") (muput=menghasilkan asap banyak yang salah satunya digunakan untuk mengusir nyamuk atau serangga lainnya)

Tapi amun dijieun tetengger (Tapi kalau dijadikan penyangga rumah) sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (dua kalimat ini menunjukan ungkapan yang arti bebasnya "bisa bertahan lama". Mirip seperi ungkapan "tak lapuk kena hujan, tak lekang kena panas)

Amun kadupak (kalau terpentok) mantak borok nu ngadupakna (bisa membuat luka/koreng yang terpentok) moal geuwat cageur tah inyana (membuat luka/koreng yang lama sembuhnya)

Amun katajong? (kalau tertendang?) mantak bohak nu najongna (bisa melukai yang mendangnya) moal geuwat waras tah cokorna (kakinya bakalan lama sembuhnya)

Tapi, amun dijieun kekesed? (Tapi, kalau dibuat kesed?) sing nyaraho (harap semuanya tahu) isukan jaga pageto (besok atau lusa) bakal harudang pating kodongkang (bakal bangkit sambil merangkak (?)) nu ngarawah si calutak (menasehati yang tidak sopan)

Tah kitu! (begitulah) ngaranan ku andika eta dayeuh (berinama oleh mu itu kota) Dayeuh Bogor! (Kota Bogor) [Pantun Pa Cilong. "Ngadegna Dayeuh Pajajaran"(=berdirinya kota Pajajaran)]

Pantun di atas menjadi dasar yang paling kuat tentang kenapa nama kota itu dinamakan "Bogor". Seperti diketahui sampai saat ini ada empat pendapat tentang asal nama Bogor:
  1. Berasal dari salah ucap orang Sunda untuk "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda
  2. Berasal dari "Baghar atau baqar" yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi.
  3. Berasal dari kata "Bokor" yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas
  4. Asli bernama Bogor yang artinya "tunggul kawung" (enau atau aren)

Pendapat bahwa Bogor berasal dari "buitenzorg" adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan mengambil perumpaman melesetnya "Batavia" menjadi "Batawi". Akan tetapi bila kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan "sikenhes" untuk "ziekenhuis" (rumah sakit" atau "bes" untuk "buis" (pipa) atau "boreh" untuk "boreg" (jaminan), maka berdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang sunda melafalkan "buitenzorg" menjadi "betensoreh". Jadi dugaan "buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira.


Pendapat kedua ("baghar atau baqar") berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutn waktu. Kata Bogor telah ada sebelum kebun raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabatu yang dipindahkan ke dalam kebun raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.

Pendapat ketiga (asal kata "bokor") juga mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata "kumasep" dan "angkeuhan" yang sering diucapkan menjadi "gumasep" (merasa cakep/centil) dan "anggeuhan" (saya harus tanya orang tua dulu nich artinya :-)). Jadi bisa saja Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa mengartikan "Bogor" sama dengan "bokor".

Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan diawal posting. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata "bogor" berarti "tunggul kawung". Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat "Tunggilis" yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata "tunggilis" berarti tunggul pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.

Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor, seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah berdasar catatan Prof. Veth dalam buku "Java". Dengan demikian memang agak sulit menerima terori "buitenzorg", "baghar" dan "bokor".

Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa diajdikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa "Bogor" berati pohon kawung dan kata kerja "dibogor" berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, "pabogoran" berarti kebun kaeung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, ?L"Bogor" berarti "droogetapte kawoeng" (pohon enau yang telah habis disadap) atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata "pugur" atau "pogor". Akan tetapi dalam bahasa Sunda "muguran dengan "mogoran" berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti "pamogoran" bisa dianggap terlalu iseng.

Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai "hoofd van de negorij Bogor" (kepala kampung Bogor). Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wirnata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat "Buitenzorg". Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama "Sukahati" diganti menjadi "Empang".

Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817 sehingga teori "arca sapi" tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor (papan nama "Pasar Baru Bogor" sebenarnya agak mengganggu rangkaian historis ini)

Bersambung...

Sumber: Saleh Danasasmita. 1983. Sejarah Bogor (Bagian I). PEMDA DT II Bogor.
Baca Selengkapnya...Asal dan Arti Nama Bogor
Ping Blog