AKI TIREM : AWAL
DARI SEJARAH KERAJAN DI NUSANTARA
Siapakah
sesungguhnya tokoh nenek moyang bernama Aki Tirem ini? Pertanyaan ini menarik
sekali diajukan karena memang masih terdapat kesimpangsiuran prihal eksistensi
tokoh legendaris ini. Menurut cerita rakyat Pandeglang, namanya juga dikenal
sebagai Aki Luhurmulya. Bahkan, dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut
Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam.
Namun demikian
ada juga cerita di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu Angling Dharma
atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman. Bahkan tokoh bernama
Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan di Salakanagara.
Di zamannya Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci Larasti, putrid Aki Tirem.
Di zamannya Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci Larasti, putrid Aki Tirem.
Atas pengangkatan
ini semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula dengan para
pengikut Dewawarman karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula
banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.
Lalu, siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempcrerat persahabatan dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.
Lalu, siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempcrerat persahabatan dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.
Dewawarman dan
rombongan berlabuh di pantai desa Aki Tirem pada awalnya dengan niat untuk
mengisi perbekalan, terutama air. Namun ketika itu desa tersebut tengah dilanda
keresahan karena aksi para perompak. Karena itulah pada mulanya Aki Tirem dan
pasukannya berniat akan memerangi Dewawarman. Namun karena niat baiknya, Aki
Tirem pada akhirnya menerima kehadiran rombongan pengembara dari India Selatan
ini, bahkan penghulu desa di pantai barat Banten tersebut menjodohkan puterinya
dengan Dewawarman.
Setelah tinggal
menetap di desa Aki Tirem, Dewawarman beserta pengikutnya selalu berkeliling
melindungi penduduk karena kampung-kampung di sepanjang pesisir itu memang
sering didatangi bajak laut dan pcrompak. Sampai suatu ketika, perahu perompak
datang di tempat itu dan berlabuh di tepi pantai. Para perompak itu sama sekali
tidak melihat bahwa dirinya telah dikepung oleh pasukan Dewawarman yang
bersembunyi dan berpencar dengan siaga penuh. Dewawarman beserta pasukannya dan
pasukan Aki Tirem segera membuka serangan tanpa memberikan kesempatan kepada
para perompak itu untuk mempersiapkan diri. Pcrtempuran pun terjadi.
Diceritakan,
gerombolan perompak itu dapat dikalahkan. Dewawarman dan pasukannya unggul
dalam pertempuran. Perompak yang mati ada 37 orang dan sisanya yang tertawan
ada 22 orang. Anggota pasukan Dewawarman yang tewas ada dua orang, sedangkan
anggota pasukan Aki Tirem tewas 5 orang. Semua perompak yang ditawan akhirnya
mati digantung. Aki Tirem memperoleh perahu rampasan lengkap dengan
barang-barang, senjata dan pcrsediaan makanan para perompak.
Kisahkan pula,
setelah Aki Tirem wafat, sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di
situ dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara.
Sedang isterinya, Nyi Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan gelar Dewi
Dwani Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara.
Menurut Naskah
Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga putera Nyai Sariti
Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki
Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Banten, Aki Dungkul
putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang
Marga putera Ki Bagang yang berdiam di Swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang
putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera
Datuk Banda ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang
berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana
sebelah barat.
Jika dipelajari
lebih jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M
menceritakan, bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk ke dalam
kelompok manusia purba tengahan (Janma Purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600
sebelum Saka. Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300
sampai dengan 100 tahun sebelum Saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi
(Widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para pendatang
ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta
menjelaskan pula: Oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah
Wangsakerta disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu
membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka
telah mengenal penggunaan emas dan perak.
Sebenarnya bukan
hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk ke desa-desa, seolah-olah semuanya
milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera
dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada
keinginan mereka.
Antara tahun 100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Antara tahun 100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Dari kisah ini
dapat diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak,
atau Argyre memang wajar dan sangat terkait dengan zaman tersebut, yang
dikisahkan oleh para Mahakawi sebagai zaman besi (wesiyuga), zaman manusia di
Nusantara telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas.
Sedangkan kaum
pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut dimungkinkan
untuk berdagang dan mencari perak. Mungkin ini juga yang menjadi minat mereka
singgah di perkampungan pesisir Aki Tirem.
Ada juga yang
mengisahkan bahwa Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun
dia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa.
Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara.Penyerahan kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M.
Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan Sunda yang dikenal dengan
sebutan Saka Sunda.
Klan Dewawarman
menjadi raja Salakanagara secara turun menurun. Dewawarman I berkuasa selama 38
tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. Selama masa pemerintahan
dia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama Bahadur Harigana
Jayasakti untuk menjadi raja daerah Mandala, Ujung Kulon. Sedangkan adiknya
yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan
ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama
daerah berada di daerah Cianjur Selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan
Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah
tertinggal.
Dalam catatan
sejarah, raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada
Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362 pusat
pemerintahan dari Rajatapura dialihkan ke Tarumanagara. Sedangkan Salakanagara
pada akhirnya menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Selama kejayaan
Salakanagara gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak. Hingga
pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan
membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara
dapat hidup damai dan sentausa.
Selain adanya
perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir, dolmen dan batu
magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan
bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak zaman Aki Tirem.
Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka
mendasarkan pada Matahari 365 hari dan Bulan 354 hari. Masing-masing tahun
mengenal taun pendek dan panjang.
a.) Menhir Cihunjuran;
berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama
terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan
Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan
Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang.
Tanpa memberikan presisi dimensi dan
lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat
laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu
tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor.
Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin
menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
b.) Dolmen; terletak di kampung
Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk
sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang.
Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang
rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang
tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada
ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar
tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur
megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah
timurnya.
c.) Batu Magnit; terletak di puncak
Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan
Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika
dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling
batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu
tersebut.
d.) Batu Dakon; Terletak di
Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki
beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan
e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di
lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun
ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang
Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi,
yang berserak di bawah cucuran air terjun.
f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs
Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya
digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.
Menurut naskah “Pustaka
Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah
Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka
(130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota
Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa
Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya
pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak
ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam
bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan
bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan
kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.
[[Berkas:Prsasti_tugu.jpg|thumb|upright|prasasti
yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara,
yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta. Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau
Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus
Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike
Hypergesis” adalah Salakanagara.
Suatu laporan dari Cina pada tahun 132
menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada
Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan
Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.
URUTAN RAJA SALAKANAGARA
(Tahun berkuasa, Nama raja,
julukan/keterangan):
1. 130-168 M, DEWAWARMAN I (PRABU
DARMALOKAPALA AJI RAKSA GAPURA SAGARA, Pedagang asal Bharata (India),
2. 168-195 M, DEWAWARMAN II (PRABU
DIGWIJAYAKASA DEWAWARMANPUTRA), Putera tertua Dewawarman I,
3. 195-238 M, DEWAWARMAN III
(PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA), Putera Dewawarman II,
4. 238-252 M, DEWAWARMAN IV (Menantu
Dewawarman II, Raja Ujung Kulon),
5. 252-276 M, DEWAWARMAN V (MENANTU
Dewawarman IV),
6. 276-289 M, MAHISASURAMARDINI
WARMANDEWI (Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V), karena
Dewawarman V gugur melawan bajak laut,
7. 289-308 M, DEWAWARMAN VI (SANG
MOKTENG SAMUDERA), Putera tertua Dewawarman V,
8. 308-340 M, DEWAWARMAN VII (PRABU
BIMA DIGWIJAYA SATYAGANAPATI), Putera tertua Dewawarman VI,
9. 340-348 M, SPHATIKARNAWA WARMANDEWI
(Puteri sulung Dewawarman VII),
10. 348-362 M, DEWAWARMAN VIII (PRABU
DARMAWIRYA DEWAWARMAN), Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa.
0 komentar:
Posting Komentar